Di kota Yogyakarta
inilah banyak sekali orang-orang penjual balon. Salah satunya yaitu Pak Karman.
Pak Karman berusia 50 tahun, keadaan fisik pak karman tidak sempurna karena
tangan kiri Pak Karman cacat. Di kota jogja inilah pak karman mengais rezeki
dengan menjual balon. Setiap pahinya pak karman harus berangkat untuk menjual
balon-balonya.
Pagi telah tiba saatnya
Pak Karman untuk mencari rezeki. Balon-balon yang sudah disiapkan untuk dijual
ia bawa sambil berjalan kaki. Tempat untuk berjualan pak karman juga jauh, ia
harus menempuh jarak sekitar lima kilometer. Setelah menyelusuri jalan yang
amat jauh tibalah pak karman di tempat penjualannya yaitu di kota Gede
Yogyakarta. Sesampai di kota Gede, Pak Karman mulai menjual balon-balonnya.
Balon yang dibawanya Pak Karman sekitar 15 balon saja. Terkadang 15 balonya itu
tidak habis terjual. Perbalon itu dijual seharga Rp 3000. Panas dan hujan tak
dirasakan, ia tetap semangat menjual balon-balon itu. Dia duduk di pinggir
jalan sambil menunggu pembeli yang datang. Tiba-tiba ada seorang Anak yang mau
membeli balon Pak Karman tapi sayangnya anak itu hanya membawa uang Rp 1000,
padahal harga balon persatunya Rp 3000 akan tetap pak Karman memperbolehkan
anak itu untuk membelinya. Meski pak karman harus rugi, Pak Karman ikhlas
memberinya balon itu kepada Anak yang membeli balon tadi.
Hari semakin sore Pak
Karman mulai membereskan barang-barang daganganya dan pak Karman bergegas
pulang. Di hari itu pak Karman pendapatan penjualanya hanya Rp 15000,tetapi pak
Karman tetap bersyukur dengan penghasilanya. Pak karman berjalan kaki menuju
kerumahnya sambil menawarkan balonnya. “siapa tau masih ada yang mau beli.”
Sesampainya tiba di rumah pak karman beristirahat. Pak Karman merasakan
perutnya lapar dan ia harus memasak nasi seadanya tanpa saudara ataupun
siapapun. Pak Karman sebenarnya tidak mempunyai rumah dan hanya tinggal dikoz.
Pak karman juga tidak mempunyai seorang istri karena istri Pak Karman sudah
meninggal dan dia tidak mempunyai seorang anak juga. Di tempat koz pak karman
hanya ada radio yang sudah tua danRadio itulah yang selalu menemani pak karman.
Ketika malam hujan Pak Karman sedikit basah karena atap gentingnya pada bocor.
Malam semakin larut waktunya Pak Karman tidur dengan beralaskan tikrar yang
sudah rusak.
Di waktu dulu pak Karman
saat masih jaya berkat menjual balon-balonya ia bisa membeli tangki uantuk
membuat gas sendiri. Dari penjualan itulah pak Karman bisa menghidupi dirinya
sendiri. Tiap harinya pak karman harus bisa menyisihkan uang untuk membayar
kosnya, membeli beras, dan modal untuk berjualan. Padahal pendapatan yang
diteima pak Karman sedikit terkadang
tidak menentu.
Jam sudah menunjukkan
pukul 4 pagi, pak Karman sudah bangun untuk menjalankan sholat subuh. Sehabis
salat subuh biasanya pak Karman bersiap-siap menjual balon. Seperti biasanya Ia
menuju ke Kota Gede. Tapi untuk hari ini penjualan pak karman sepi. Ia ingin
pindah berjulan di pasar malem sekaten. “siapa tau disana rame”. Baru berjalan
menuju ke pasar malam tiba-tibad ditengah perjalan, balon-balon Pak Karman
lepas dari gengaman tanganya. Ia mengejar-ngejar balon yang terbang itu sampai
terjatuh,maang nasip Pak Karman. Tapi apalah daya balon itu sudah terbang
tinggi karena tertiup angin yang kencang. Pak Karman harus mengiklasakn meski
air matanya menetes. Tetapi pak Karman tidak pernah putus asa. Dia harus
berjuang demi untuk hidup mencari sebutir nasi.
Sumber: Kisah dari Trans TV
Oleh: Witdarmiyanto
0 comments:
Posting Komentar