Kaulayangkan wajahku
Terasa benar
Rindu berpijar
Waktu batu
Kaulayangkan wajahku
Semua arah
Cinta berserah
Betapa rajam
Ke sukma menghunjam
Betapa gemas
Hasrat berbalas
Waktu batu
Kaulayangkan wajahku
Ijinkan aku
Mencintaimu
2002
setangkai mawar menengadah langit
dalam diamnya ia renangi waktu
sebelum tanggal menemujuga akhirnya
gerimis menetesi dari ketinggian
dan ia mengerti
“tidak pun kembangku menyentuh
semua hari, berkabar udara
harumku memberi
dari taman hingga neraka”
sujudnya mengekal di ruang hati
melengkapkan daunanpagi
1995
Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto
Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto
Pernyataan Cinta
Percinyaan kita, sayang
tak dapat diungkapkan
Di temapt sembarang
Tapi kenapa demikian?
Kau-aku ingin pacaran
Bermesraan di semua jalan
Bercinta habis-habisan
Tapi tinggal ingin!
Ada kurungan besar
Jatuh dari langit
Ada aturan-aturan nanar
Merajam makin sengit
Yang kita ingin bahasa cinta
Yang terjamu bahasa hara
Tegursapa hanya curiga
Rasanya lebih mesra belantara
Percintaan kita, sayang
Tak dapt diungkapkan
Ditaman sembarang
Tapi itulah tanda
Percintaan kita keramat
Tak tersentuh khianat
2002
Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto
Gadis
Harum mawar mengirim tubuhnya
Gelak girang menyimpan luka
Harum mawar mwngirim tubuhnya
Yang sendiri selalu sangngi
Terancam badai malam hari
Buruknya mimpi enggan pergi
Terancam badai luka di jantungnya
Dibajak jejaka gadis tergadai
Ia lari sampai ke mimpi
Mencari kakak memimpi bapak
Tapi ke pundakku ia terpaku
Kini dimataku ia menunggu
Pada rerumpunan sepasang bambu
ranjang menuntun tak perlu ragu
2001
Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto
Rindu airmata
Manis purnama yang kau katakan dulu, Ibu
kini ngucurkan darahnya ke rongga dada
Jantung yang di hidupi
atau justru menghitam disebabkan
embun pagi lama tak kicaukan prenjak
“Kabar akhir, kakek pulang abadi”
Bukan salahmu, Ibu, jika air mata yang
kau suguhkan dalam gelas, kutumpahkan
Sekalipun bahasa sayang melukis senyum
Itu menjadikan aku terkapar, terserap
lorong yang bernama kota
Berteriak-teriak. Meninju-ninju dindingnya
Sembari menenggak
air mata sendiri berserbuk racun!
Kurindu airmata disebabkan asap trotoar
Segala air kasihmu, Ibu, ditimbun kubur
Mengisyaratkan
Yang paham geliat embun
mengerti bahasamu
1996
Oleh: Witdarmiyanto
0 comments:
Posting Komentar