Ads 468x60px

Jumat, 04 Januari 2013

Puisi Karya Abdul Wachid. B.S.

Ijinkan Aku Mencintaimu

Waktu batu
Kaulayangkan wajahku
Terasa benar
Rindu berpijar
Waktu batu
Kaulayangkan wajahku
Semua arah
Cinta berserah

Betapa rajam
Ke sukma menghunjam
Betapa gemas
Hasrat berbalas

Waktu batu
Kaulayangkan wajahku
Ijinkan aku
Mencintaimu

2002

Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto
Harum Mawar

setangkai mawar menengadah langit
dalam diamnya ia renangi waktu
sebelum tanggal menemujuga akhirnya
gerimis menetesi dari ketinggian
dan ia mengerti
“tidak pun kembangku menyentuh
semua hari, berkabar udara
harumku memberi
dari taman hingga neraka”
sujudnya mengekal di ruang hati
melengkapkan daunanpagi

1995


Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto


Pernyataan Cinta

Percinyaan kita, sayang
tak dapat diungkapkan
Di temapt sembarang
Tapi kenapa demikian?

Kau-aku ingin pacaran
Bermesraan di semua jalan
Bercinta habis-habisan
Tapi tinggal ingin!

Ada kurungan besar
Jatuh dari langit
Ada aturan-aturan nanar
Merajam makin sengit

Yang kita ingin bahasa cinta
Yang terjamu bahasa hara
Tegursapa hanya curiga
Rasanya lebih mesra belantara

Percintaan kita, sayang
Tak dapt diungkapkan
Ditaman sembarang
Tapi itulah tanda

Percintaan kita keramat
Tak tersentuh khianat

2002  
Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto  

Gadis

Harum mawar mengirim tubuhnya
Gelak girang menyimpan luka

Harum mawar mwngirim tubuhnya
Yang sendiri selalu sangngi

Terancam badai malam hari
Buruknya mimpi enggan pergi

Terancam badai luka di jantungnya
Dibajak jejaka gadis tergadai

Ia lari sampai ke mimpi
Mencari kakak memimpi bapak

Tapi ke pundakku ia terpaku
Kini dimataku ia menunggu

Pada rerumpunan sepasang bambu
ranjang menuntun tak perlu ragu

2001


Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto

Rindu airmata

Manis purnama yang kau katakan dulu, Ibu
kini ngucurkan darahnya ke rongga dada
Jantung yang di hidupi
atau justru menghitam disebabkan
embun pagi lama tak kicaukan prenjak
“Kabar akhir, kakek pulang abadi”

Bukan salahmu, Ibu, jika air mata yang
kau suguhkan dalam gelas, kutumpahkan
Sekalipun bahasa sayang melukis senyum
Itu menjadikan aku terkapar, terserap
lorong yang bernama kota
Berteriak-teriak. Meninju-ninju dindingnya
Sembari menenggak
air mata sendiri berserbuk racun!

Kurindu airmata disebabkan asap trotoar
Segala air kasihmu, Ibu, ditimbun kubur
Mengisyaratkan
Yang paham geliat embun
mengerti bahasamu

1996

Karya: Abdul Wachid B.S. Buku Puisi Ijinkan Aku Mencintaimu.
Oleh: Witdarmiyanto

Print Friendly and PDF

0 comments:

Posting Komentar